Pada suatu sore hari, ketika sinar matahari masuk melalui tirai jendela, saya menjadi ngantuk. Tiba-tiba, ponsel saya berdering. Yang menelepon adalah putra kedua saya yang pergi bermain skuter bersama teman-temannya.
“Ibu, saya tidak tahu saya berada di mana.”
Kata-kata anak saya menyentak saya dari tidur saya dan saya langsung melompat bangun. “Dia bilang dia akan pergi ke taman terdekat, tetapi kenapa dia tidak tahu di mana dia sekarang?” Anak saya mengatakan bahwa dia mengendarai skuter di taman, lalu dia keluar dari taman dan mengendarainya di sekitar gang-gang bersama teman-temannya. Saat menjelang malam, teman-temannya pun pulang ke rumah satu per satu, dan dia ditinggal sendirian. Saat melihat sekelilingnya, dia tidak bisa mengenali daerah itu lagi.
Anak saya memberitahu saya bangunan-bangunan yang dilihatnya, tetapi bangunan-bangunan tersebut terdengar asing bagi saya. Mendengar telepon itu, suami saya hendak pergi untuk mencarinya, tetapi saya memintanya untuk tenang terlebih dahulu. Kemudian, saya menyuruh anak saya untuk pergi ke tempat agen properti terdekat dan bertanya bagaimana cara untuk pergi ke pasar pusat. Karena anak saya sudah terbiasa dengan pasar, saya rasa dia akan bisa menemukan jalan pulang dari sana.
Suami saya pergi ke pasar untuk menjemputnya, dan saya terus berbicara dengan anak saya di telepon untuk mengetahui arahnya. Anak saya salah belok dan kembali ke tempat semula, atau dia pergi ke arah yang salah. Saya tidak tahu sudah berapa lama saya berbicara di telepon dengannya. Akhirnya, saya pun lega saat mendengarnya berkata, “Saya sudah bertemu Ayah!”
Ketika anak saya kembali ke rumah, dia terlihat sangat berantakan. Tidak seperti penampilannya yang bersih saat meninggalkan rumah, wajahnya dipenuhi keringat dan debu, dan pakaiannya penuh dengan kotoran. Dia terlihat takut, khawatir saya akan memarahinya. Saya menyuruhnya untuk mandi terlebih dahulu. Ketika dia keluar dari kamar mandi, saya melihat salah satu lengannya terlihat aneh. Lengannya merah dan bengkak, dan dia tidak bisa mengangkat lengannya karena terasa sakit. Sepertinya lengannya patah. Hati saya terasa sakit saat membayangkan anak saya jatuh ketika mengendarai skuter, lalu ditinggalkan sendirian dan tersesat.
Saya segera membawa anak saya ke ruang gawat darurat. Dokter mengatakan bahwa dia mengalami patah tulang seperti yang saya perkirakan. Setelah memasang gips dan operasi untuk memasang pen di tulangnya, semuanya pun teratasi.
Kejadian ini membuat saya merenungkan keadaan rohani saya. Sama seperti anak saya yang berkeliaran ke sana sini tanpa menyadari bahwa dia terluka atau tersesat, sebelum datang ke Sion, saya telah mengembara dari satu tempat ke tempat lain, tanpa mengetahui ke mana arah jiwa saya dan apakah jiwa saya sakit atau tidak saat menikmati kesenangan duniawi. Hanya setelah saya bertemu dengan Ibu Sorgawi, saya bisa memahami keadaan jiwa saya dan jalan menuju rumah sorgawi saya.
Saya mengucap syukur kepada Ibu Sorgawi yang telah menuntun saya ke jalan yang benar, yang selalu memberitahu saya ke mana jiwa saya harus pergi. Saya akan selalu mendengarkan suara Ibu Sorgawi yang membimbing jiwa saya, dan mengikuti Dia ke mana pun Dia menuntun saya.