Cara Menyampaikan Kasih

Choi Hui-won dari Namyangju, Korea

7,981 views

Ketika saya hendak melakukan perjalanan misi jangka pendek ke Mumbai di India, saya setengah bersemangat dan setengah khawatir karena saya merasakan tekanan untuk belajar bahasa Hindi. Bertanya-tanya apakah saya benar-benar harus belajar bahasa Hindi, saya bertanya kepada beberapa anggota apakah saya boleh berbicara bahasa Inggris saja. Namun, mereka semua menjawab bahwa saya mungkin mendapat masalah atau kesulitan jika saya tidak mengerti bahasa Hindi. Saya memutuskan untuk belajar bahasa Hindi, tetapi saya bingung karena semua huruf tampak sama bagi saya.

Bahasa Hindi memiliki banyak unsur tata bahasa yang sulit dipelajari, seperti kata benda maskulin, kata benda feminin, serta perbedaan tunggal dan jamak. Bahasa Hindi memiliki struktur tata bahasa yang kompleks; ada perbedaan antara maskulin dan feminin serta antara tunggal dan jamak dalam kata benda dan kata ganti Hindi. Selain itu, berbeda dengan alfabet bahasa Korea yang terdiri dari 14 konsonan, alfabet Hindi memiliki 35 konsonan termasuk bunyi yang tidak ada dalam bahasa Korea. Misalnya, ada empat konsonan Hindi yang bunyinya mirip dengan konsonan Korea ㄷ (디귿, diget). Namun, bunyinya sedikit berbeda sehingga sulit untuk mengidentifikasi konsonan Hindi dengan benar hanya dengan mendengarkan bunyinya. Tidak mudah bagi saya untuk belajar bahasa Hindi. Saya naik ke pesawat hanya dengan mengetahui beberapa kata sederhana seperti “Halo”, “Tuhan memberkati ”, dan “Terima kasih”. Itu semakin membuatku merasa terbebani.

Setelah sampai di bandara Mumbai, kami menyelesaikan prosedur imigrasi sekitar jam 3 pagi. Ketika kami meninggalkan bandara dalam keadaan yang lelah, salah satu anggota tim kami melihat ke luar dan berteriak dengan suara gembira.

“Ada banyak sekali anggota!”

Kami semua terkejut melihat anggota lokal berkumpul untuk menyambut kami pagi-pagi sekali. Karena proses pemeriksaan imigrasi memakan waktu lebih lama dari perkiraan, mereka harus menunggu lebih dari dua jam.

“Kami mencintaimu!”

“Selamat datang di India!”

Meskipun kami tinggal berjauhan, jelas kami seperti satu keluarga. Kalau tidak, pertemuan pertama kami tidak akan begitu mengharukan. Kami sangat gembira ketika kami melihat spanduk buatan tangan dan menerima kartu pos berisi pesan-pesan semangat untuk kami.

“Aane ke liye dhanyavaad (Terima kasih sudah datang).”

“Permisi?… denyabaad?”

Saya tidak dapat memahami apa yang dikatakan anggota lokal saat melakukan kontak mata dengan setiap anggota tim kami dan berpegangan tangan. Sambil tersenyum, saya mengulangi kembali apa yang saya dengar kepada mereka, tetapi saya tidak tahu apakah itu benar atau salah. Saya mencoba berbicara dengan mereka dalam bahasa Inggris, tetapi tiba-tiba keheningan terjadi dan para anggota terlihat bingung. Lalu saya pikir ini adalah masalah yang besar.

‘Saya seharusnya belajar bahasa Hindi lebih giat sebelum datang ke sini. Mengapa saya hanya tidur di pesawat tanpa mempelajarinya lebih lanjut?’

Saya dipenuhi dengan rasa penyesalan. Dengan sedikit harapan bahwa saya dapat meningkatkan kemampuan berbahasa Hindi saya selama tinggal di sana, saya menunggu pagi tiba.

Untungnya, beberapa anggota lokal bisa berbahasa Inggris. Untuk menutupi kelemahan saya dalam bahasa Hindi melalui bahasa Inggris, saya bisa memberitakan firman Alkitab bersama dengan anggota setempat. Saat saya berpikir bahwa tidak akan ada masalah jika semuanya terus berjalan seperti ini, saya merasa sedikit lega. Namun, harapan saya hancur pada hari Sabat. Karena kebaktian diadakan dalam bahasa Hindi, saya bahkan tidak bisa membuka Alkitab, apalagi memahami doa dan khotbah. Ketika anggota setempat menyapa saya dalam bahasa Hindi di sela-sela kebaktian, saya hanya bisa mengucapkan “Pita Mata, dhanyavad (Terima kasih kepada Bapa dan Ibu)” dan “Parameshvar aapko ashish de (Tuhan memberkati ).”

Kemudian saya menyadari dengan tajam mengapa saya harus belajar bahasa Hindi. Bahasa adalah saluran komunikasi, cara mengungkapkan isi pikiran. Meskipun saya memiliki begitu banyak hal untuk dibagikan kepada mereka—kata-kata berkat dari Ibu, kesadaran yang saya peroleh saat mempersiapkan perjalanan misi saya, dan kata-kata penghiburan yang hangat untuk para anggota, saya tidak dapat menyampaikan berkat yang telah saya terima dari Tuhan. Saya merasa sangat menyesal mengenai hal itu.

‘Apa yang saya lakukan sekarang? Saya datang jauh-jauh ke sini untuk menyampaikan kasih Ibu.’

Pikiran-pikiran seperti ini sangat membebani pikiran saya. Dengan tekad untuk mulai menyampaikan kasih Tuhan dalam bahasa Hindi sejak saat itu, saya mengeluarkan buku pelajaran bahasa Hindi dari tas saya dan membukanya. Ketika ada sesuatu yang tidak saya mengerti, saya meminta bantuan seorang anggota Korea, yang telah menjalankan misi jangka panjang di India. Saya dapat meningkatkan kemampuan bicara bahasa Hindi saya lebih cepat dari yang saya perkirakan.

“Aaj ham acchaa phal praapt karen (Mari kita menghasilkan buah yang baik hari ini)!”

“Hamare sate svarge ka raajya me jaeng (Mari kita pergi ke sorga bersama-sama)!”

Ketika saya mengatakan sesuatu kepada anggota lokal dalam bahasa Hindi, meski terbata-bata, mereka sangat menyukainya. Mereka membuka mata lebar-lebar karena terkejut, bertepuk tangan dengan senyum cerah, dan mengacungkan jempol sambil berkata, “Kerja bagus!” Akhirnya, saya dapat menyampaikan apa yang sebenarnya ingin saya sampaikan kepada mereka.

“Mata parameshvar aap se bahut prem karte he (Ibu Sorgawi sangat mencintaimu).”

Ketika saya mengatakan ini kepada mereka, mereka menitikkan air mata. Meskipun saya tidak pandai berbicara dengan bahasa Hindi, saya tidak memiliki masalah dalam menyampaikan isi hati saya.

Para anggota lokal berpartisipasi dalam jadwal misi jangka pendek bersama kami. Ketika saya melihat mereka kesulitan dengan bahasanya, mereka terlihat sangat hebat. India memiliki 15 bahasa resmi. Memikirkannya saja sudah sudah membuat saya pusing, tetapi para anggota di Mumbai berbicara bahasa Inggris, Gujarati, Tamil, Marathi, Bengali, dan Telugu, serta bahasa Hindi sebagai bahasa dasar mereka. Ketika mereka keluar untuk memberitakan injil, mereka mengajarkan Alkitab kepada orang-orang dalam bahasa masing-masing pendengarnya. Pada awalnya, saya pikir mereka secara alami dapat berbicara dalam bahasa lain karena mereka sudah lama tinggal di India. Hanya setelah belajar bahasa Hindi saya menyadari bahwa tidak ada yang bisa dilakukan dengan sendirinya. Saya bisa membayangkan betapa besarnya usaha yang harus dilakukan semua anggota untuk melakukan hal tersebut, dan itu sangat menyentuh hati saya.

Saya juga memikirkan berapa banyak upaya dan pengorbanan yang anggota lakukan untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia. Sejak mereka melalui proses ini, kami kini bisa memberitakan Injil dengan gembira dan cepat sambil berjalan di jalan yang mulus. Berkat bantuan Tuhan dan upaya para anggota, tim misi jangka pendek dapat menerima hasil yang berharga ini meskipun kemampuan bahasa kami buruk dan kurang.

Bapa Sorgawi telah datang ke bumi ini untuk menyelamatkan anak-anak-Nya dan memberitahukan rahasia Injil kepada kita melalui perkataan yang dapat kita pahami. Setiap kali Kelompok Kunjungan Luar Negeri mengunjungi Korea, Ibu Sorgawi berkata “Tuhan memberkatimu dan Aku mencintaimu!” kepada setiap anggota dalam bahasa mereka sendiri. Para anggota di India mengikuti jejak Tuhan dengan mempelajari bahasa-bahasa minoritas sekalipun untuk menyampaikan kabar baik keselamatan kepada semua orang dengan kesungguhan untuk menyelamatkan satu jiwa lagi.

Tuhan telah memberkatiku untuk mendengar langsung suara Tuhan, yang datang di ujung bumi di timur, Korea dan bahkan memahami makna yang mendalam dari firman Tuhan. Mulai sekarang, saya akan belajar bahasa asing dengan giat untuk menyampaikan kasih dan berkat yang telah saya terima kepada semua anggota keluarga sorgawi kita di seluruh dunia. Tentu saja, saya tidak boleh hanya meningkatkan kemampuan bahasa saya. Saya juga akan mempelajari Alkitab dengan rajin untuk menyadari kasih Tuhan dan melakukannya. Alasan orang-orang di seluruh dunia mendengarkan apa yang kami beritakan dan menerima kebenaran bukan karena kefasihan kami dalam berbahasa, namun karena kasih Tuhan yang terkandung di dalamnya.