Filsafat Yunani

30,750 views

Perjanjian Baru telah dicatat dalam bahasa Yunani yang merupakan bahasa internasional pada masa itu. Kata filsafat dalam bahasa Yunani yang adalah “Philosophia” (φιλοσοφια), memiliki arti, “mencintai kebijaksanaan.” Hellas (Yunani) adalah negara di mana filsafat berkembang dari zaman kuno dan menghasilkan banyak filsuf seperti Socrates, Plato, Aristoteles dan sebagainya. Kota-kota seperti Korintus, Efesus dan Arden merupakan kota-kota yang terkenal di Yunani, tempat di mana Rasul Paulus biasa menginjil.

Dalam kitab Kisah Para Rasul, terdapat sebuah adegan di mana Rasul Paulus berdebat dengan para filsuf Epikuros dan Stoa ketika ia menginjil.

Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa bersoal jawab dengan dia dan ada yang berkata: “Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?” Tetapi yang lain berkata: “Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing.” Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitan-Nya. Kis 17:18

Setelah kematian Alexander Agung, Kekaisaran Yunani dibagi menjadi empat kerajaan oleh empat jenderal. Dalam kekaisaran besar yang dipersatukan oleh Alexander Agung, “Helenisme” yang mengikuti kesadaran sipil dan budaya Yunani telah menyebar. Pada zaman Helenisme, dua aliran filsafat terkemuka adalah Sekolah Epikuros dan Sekolah Stoa.

Sekolah Epikuros mengikuti teori filsuf Yunani Epikuros (342 SM–270 SM). Bahkan setelah kematiannya, aliran tersebut berlanjut selama sekitar 600 tahun. Para penganut filsafat Epikuros mempercayai bahwa segala sesuatu tercipta dari atom, dan bahkan para dewa pun tercipta dari atom sehingga terdapat fenomena fisik pada dewa-dewa. Jadi, mereka menyangkal keberadaan jiwa, dan tidak memiliki keyakinan yang mutlak kepada para dewa.

Para penganut filsafat Epikuros menuntut bahwa mendapatkan ataraxia, ketenangan dalam pikiran, melalui hidup hemat adalah kenikmatan yang nyata. Jadi mereka disebut “pencari kenikmatan.”

Sekolah Stoa didirikan oleh Zeno (335 SM–263 SM). Bersama dengan Sekolah Epikuros, keduanya dianggap sebagai aliran filsafat terkemuka pada zaman Helenisme. Karena sekolah ini menyebar ke Roma, bahkan Seneca, guru dari Kaisar Nero dan Kaisar Marcus Aurelius menjadi bagian dari sekolah tersebut.

Golongan Stoa mempercayai bahwa manusia yang memiliki rasionalitas dan keterbatasan akan kembali ke alam, akarnya, dengan mengetahui takdir mereka yang diberikan oleh alam dan hidup sesuai dengan takdir tersebut, dan bahwa seorang bijak yang menyesuaikan diri dengan alam adalah alam itu sendiri dan seperti seorang dewa.

Golongan Stoa menuntun orang-orang untuk menyesuaikan diri dengan realitas mereka di bawah pemerintahan Kekaisaran Yunani kuno dan Kekaisaran Romawi pada waktu itu. Jadi mereka telah diterima dengan baik oleh para penguasa Kekaisaran. Dan juga mereka menjalani kehidupan pertapa, sehingga mereka dipanggil sebagai pertapa dan memengaruhi beberapa biarawan dari Gereja Katolik Roma pada Abad Pertengahan.

Pada zaman kerasulan, terdapat banyak filsafat yang didasari oleh filsafat Yunani kuno selain Sekolah Epikuros dan Stoa. Para filsuf ini biasa berselisih dengan para rasul, mengenai kebenaran Alkitab seperti Tuhan, Kristus, kebangkitan dan sebagainya. Ketika Rasul Paulus menulis surat kepada orang-orang kudus di Kolose, ia mendefinisikan pemikiran filosofis tersebut sebagai “prinsip dasar dunia ini” serta menekankan bahwa filsafat itu sendiri tidak ada hubungannya dengan mengikuti Kristus.

Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus. Kol 2:8

Philosophia (φιλοσοφια), yaitu filsafat, yang berarti “mencintai kebijaksanaan,” sebenarnya menunjukkan bahwa mereka mencintai kebijaksanaan milik manusia, bukan kebijaksanaan milik Tuhan. Itulah sebabnya Rasul Paulus memperingatkan agar tidak mengikutinya. Inilah bagaimana Rasul Paulus menulis surat kepada Gereja Tuhan di Korintus.

Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi kebodohan? Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil. Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah. 1 Kor 1:20–24