Dengan Hati Orang Tua dan Semangat Tentara

Park In-seob dari Paju, Korea

6,192 views

Saya lahir di keluarga miskin sebagai anak bungsu dari delapan bersaudara. Sejak masa kecil, saya selalu khawatir terhadap apa yang harus saya lakukan untuk hidup tanpa kelaparan. Setelah dipertimbangkan, saya memutuskan untuk menjadi seorang tentara karir. Bagaimanapun juga saya akan menghadapi militer, jadi saya ingin menjadi seorang bintara seperti sepupu saya yang bekerja sebagai Pasukan Khusus. Saya mengira saya dapat menetap sambil memperoleh gaji bulanan.

Akan tetapi sepupu saya menghentikan saya, berkata bahwa hal tersebut mungkin terlalu sulit. Oleh karena itu saya berhenti mendaftar ke Pasukan Khusus. Sebagai gantinya, saya melamar untuk menjadi bintara dalam kemiliteran dan menyelesaikan pendidikan tanpa masalah. Tetapi cobalah tebak apa yang terjadi setelahnya. Setelah saya ditugaskan sebagai sersan staf, saya ditugaskan sebagai pasukan khusus dari antara banyak unit. Rombongan tersebut dipertanggungkan tugas yang sama dengan mereka yang dari Pasukan Khusus, jadi kami melewati latihan fisik lagi dan lagi setelah makan. Kami harus melampaui batas kami setiap hari.

Setiap kali saya berpikir mengenai jarak yang ditempuh sepanjang 400 ㎞ dalam baris-berbaris, saya merasa takut. Latihan tersebut berakhir selama tiga minggu; kami mendaki gunung-gunung pada siang hari dan tidur pada malam hari, menyembunyikan diri di dalam gunung. Dengan mengulang jadwal ini, kami tiba di area berkumpul yang jaraknya sekitar 400 kilometer. Itu hanyalah permulaan dari kegiatan baris-berbaris yang sebenarnya. Kami harus kembali, berjalan sepanjang 400 kilometer lagi selama lima hari dan enam malam—kebanyakan dilakukan dengan berlari pada daerah pegunungan.

Subuh pada hari terakhir latihan, keluarga kami datang dan menunggu kami di gerbang masuk markas militer. Walaupun anggota badan saya terasa berat dan saya merasa sangat lelah, saya terus berjalan. Ketika saya tiba di markas militer dengan hanya mengandalkan tekad, istri saya sedang memegang sebuah kalung bunga dengan air mata bersama anak-anak saya.

“Benar, aku harus menahan supaya istriku tidak menderita kesulitan dan dapat memberikan makan kepada anak-anakku dengan baik!”

Tiba-tiba, saya merasa sesuatu menyentuh lubuk hati saya dan saya tersedak.

Keluarga sayalah yang telah membuat saya dapat bertahan meskipun hidup susah selama bertahun-tahun. Kadang kala, saya sempat berpikir saya tidak dapat melanjutkannya lagi, tetapi ketika saya mengingat akan pertumbuhan anak-anak saya yang cepat dan istri saya yang mengandalkan saya, saya tidak dapat mengerakkan tangan untuk mengisi formulir pengunduran diri. Oleh karena saya mempunyai tanggung jawab untuk menafkahi keluarga saya secara stabil, harapan saya untuk meninggalkan militer dan untuk merasakan dunia yang baru menghilang.

Tiga puluh tahun sudah berlalu sampai sekarang. Tahun-tahun yang terasa sangat lama ini, saya telah melewati banyak kejadian yang membahayakan, merasakan ancaman hidup, dan terkadang harus tinggal jauh dari keluarga karena saya dipindahkan ke unit lainnya. Meskipun saya sudah mencoba yang terbaik dalam segala hal, ketika saya melihat kembali pada masa lalu, saya sangat berkekurangan dalam banyak hal sebagai seorang tentara maupun seorang ayah, meskipun saya tidak berniat seperti itu. Untuk itu saya mengucapkan segala syukur kepada Tuhan Elohim karena melindungi saya dan keluarga saya yang tercinta bahkan dari ketika saya belum mengenal kebenaran sampai sekarang.

Orang pertama yang menghadiri Gereja Tuhan adalah saudari ipar saya. Ketika dia memberitahu istri saya mengenai Alkitab untuk pertama kalinya, istri saya tidak mengubah pikirannya dan menjauhi saudari itu. Akan tetapi suatu hari, istri saya mengubah pikirannya dan memulai menghadiri Gereja Tuhan. Sebelumnya, dia mencoba untuk mencari kebenaran, mempelajari mengenai kekristenan dan agama Buddha, tetapi dia merasa kecewa kepada keduanya dan akhirnya meninggalkan keimanannya. Saya ingin tahu apa yang membuatnya menjadi beragama tiba-tiba.

Saya tidak ingin menghadiri gereja lagi. Saya pernah menghadiri sebuah gereja Protestan sampai hari saya bersekolah. Tetapi oleh karena saya menemukan konflik dan pertikaian di antara orang percaya dan banyak aksi yang egois dan tindakan yang tidak berhati nurani, saya menarik kesimpulan bahwa “Tuhan itu tidak ada, tidak ada gereja yang percaya kepada Tuhan dengan benar.”

Istri saya tidak berputus asa dan memberitahu saya mengenai firman-firman di dalam Alkitab. Saya berkata, “Semua gereja itu sama!” dan mendengus. Kami tidak sepemikiran selama lima tahun dan saya berpikir kami harus menghentikan itu. Ketika dia meminta saya untuk belajar mengenai Alkitab lalu menghakimi saya, saya mengancam dia dengan berkata, “Saya akan memastikannya sendiri. Kalau terdapat sesuatu yang salah dengannya, kamu juga tidak diizinkan untuk pergi juga!” dan mengunjungi gereja tersebut.

Saya tidak mengetahui mengenai Alkitab tetapi saya benar-benar mendebatkan mengenai banyak hal dengan berkata, “Di mana tertulis di dalam Alkitab?” atau “Alkitabmu pasti berbeda.” Meskipun saya bertindak jahat dan bersikeras, anggota-anggota gereja selalu menjawab saya dengan senyum. Dasar dari jawaban-jawaban tersebut selalu Alkitab. Walaupun saya mencoba untuk mencari kesalahan apa pun, saya tak dapat berkata-kata karena mereka hanya memberitahu saya melalui Alkitab. Setelah belajar mengenai Alkitab selama tiga bulan, saya mengambil keputusan bahwa “Tuhan ada. Mereka adalah Bapa dan Ibu saya. Mereka hanya berdiam di dalam Gereja Tuhan.”

Setelah menjadi anak Tuhan, saya mengikuti kebaktian secara teratur. Karena saya telah hidup sebagai tentara sepanjang hidup saya, selama saya menerima Tuhan, saya tidak dapat hidup dalam iman dengan bermalas-malasan. Tentara hidup dan mati dalam kepatuhan pada perintah. Apakah alasannya kami yang adalah tentara, memecahkan es dalam cuaca dingin yang parah lalu loncat ke dalam air? Untuk apa kami berjalan berhari-hari sambil mengangkat perlengkapan militer yang begitu berat? Itu semuanya dikarenakan perintah. Bahkan di dalam situasi di mana peluru berterbangan ke sini dan ke sana, ketika kami diberikan perintah “Maju!”, kami harus lari ke depan tanpa alasannya.

Itulah kenapa saya mulai memberitakan firman Tuhan. Saya tidak mengetahui banyak akan firman Tuhan, tetapi tidaklah masuk akal untuk melanggar firman Tuhan, “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya.” Saya dengan rajin menginjil kepada rekan kerja sebanyak yang saya tahu. Kepada tentara-tentara yang menunjukkan ketertarikannya, dengan mengetahui bahwa saya telah menghadiri gereja, saya memperkenalkan gereja kami dan menyampaikan firman Alkitab dalam waktu luang saya setelah kerja.

Kebanyakan dari mereka kehilangan minat dengan mudah atau tidak menerima firman dengan tulus. Tetapi seperti yang tertulis di dalam Alkitab, “Domba-domba-Ku mendengar suara-Ku,” anak-anak Tuhan memperhatikan suara Tuhan. Meskipun saya menyarankan mereka untuk datang ke gereja kami agar mendengarkan lebih terperinci setelah penjelasan saya yang kurang, beberapa dari mereka rela mengikuti saya ke gereja. Setelah sampai di Sion, banyak anggota yang dapat menambahkan penjelasan yang cukup untuk penjelasan saya yang kurang, sedang menunggu mereka. Melihat anggota-anggota menyampaikan kebenaran dengan terperinci seperti melakukannya kepada keluarga sendiri, saya sungguh merasakan bahwa Tuhan itu kasih dan kita adalah anak-anak tercinta. Ketika kita mengeluarkan usaha untuk menyelamatkan satu jiwa lagi dengan satu pikiran, Tuhan selalu akan membiarkan kita merasakan sukacita ketika kita berbuah.

Terdapat seorang bintara yang sering mendengarkan khotbah saya bahkan sebelum dia diangkat menjadi bintara. Ketika dia bergabung ke dalam unit kami sebagai peserta pelatihan, dia mencari tahu mengenai Alkitab untuk pertama kalinya. Ketika dia ditempatkan di unit kami, dia dapat mempelajari lebih banyak mengenai kehendak Tuhan dan akhirnya menerima kebenaran.

Saudara tersebut tidak mempunyai waktu luang untuk terbiasa dengan kehidupan barunya dan berbagai peraturan, tetapi dia mengikuti kebaktian secara teratur. Setiap kali saya melihat saudara itu datang ke Sion tanpa mempedulikan apakah cuacanya dingin atau panas lalu tersenyum cerah, menerima kasih yang hangat dari anggota-anggota, saya pun menjadi tersenyum.

Jika dipikir-pikir, saya menjadi lebih sering tersenyum ketika melaksanakan tugas penginjilan setelah menerima kebenaran. Sebelumnya, saya sangat keras dalam kata-kata dan perbuatan untuk tidak kalah dengan orang lain dan memiliki temperamen panas. Saya tidak mengetahui betapa buruknya dan kasarnya watak, kata, dan perbuatan saya sebelumnya. Setelah melihat kembali melalui ajaran Alkitab, saya dapat menyadari diri saya yang memalukan.

Tidak hanya mengenai firman-firman yang telah saya sampaikan tetapi juga tindakan saya sebagai bagian dari pekerjaan penginjilan, saya berjuang keras untuk mempraktekkan teladan Tuhan dan ajarannya seperti kasih, kerendahan hati, pengorbanan, perhatian, dan ketekunan. Pada saat bersamaan watak saya menjadi lemah lembut sebanyak yang dapat dirasakan oleh orang-orang di sekitar saya. Sambil mengulang proses untuk memahami setiap orang yang telah hidup di bawah keadaan yang berbeda dengan cara pikir yang berbeda, untuk menyampaikan kehendak Tuhan, saya harus memahami pemikiran dan situasinya walau hanya sedikit. Setelah anak saya mendaftar militer, bawahan dan tentara lainnya mempunyai pandangan yang berbeda terhadap saya. Kebanyakan dari perwira sudah ditugaskan sekarang dan tentara-tentara yang telah ditetapkan ke dalam unit saya seusia anak saya. Oleh karena mereka semuanya terlihat manis seperti anak saya, walaupun seseorang melakukan kesalahan, saya dapat menghibur dia daripada menegurnya. Mereka melakukan dengan cukup baik pada usianya, ketika mereka penuh dengan semangat sampai-sampai susah untuk mereka terikat menjadi satu unit.

Saya lebih memperhatikan tentara yang sedang menghadapi kesulitan. Kelihatannya mereka telah hidup bahagia dengan orang tuanya, tetapi tanpa diduga, banyak dari mereka mengikuti ketentaraan dengan cerita yang menyayat hati. Beberapa merasa susah hidup berkelompok dan menjauh dari keluarga untuk pertama kalinya. Untuk anggota seperti ini, saya lebih berusaha untuk memberitahu kebenaran. Itu karena tugas militer yang sulit bisa menjadi kesempatan sekali seumur hidup untuk mencari tahu makna hidup yang sebenarnya dan harapan baru.

Saya menjadi lebih sibuk pada Tahun Baru. Itu dikarenakan saya telah berencana untuk lebih memperindah watak untuk mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan untuk menyampaikan firman lebih keras kepada unit supaya setiap orang di sekitar saya dapat mendengarkan firman Tuhan. Saya tidak seharusnya menunda-nunda. Sekarang, hanya tersisa beberapa tahun sampai pensiun. Saya tidak sekuat dulu, dan pekerjaan bertambah, jadi saya sering merasa ingin cepat-cepat pensiun dan beristirahat. Mungkin karena ini, belakangan ini saya sering terpikir tentang Bapa Sorgawi. Kehidupan Bapa untuk penginjilan pasti merupakan serangkaian kesabaran, bertahan, dan mendukung, yang penuh dengan pengorbanan. Tetapi Bapa tidak berputus asa sama sekali karena Dia hanya peduli terhadap anak-anak-Nya. Ibu juga sedang menahan pengorbanan yang tak dapat dilukiskan bahkan sampai sekarang karena anak-anak-Nya adalah segala-Nya di kehidupan-Nya.

Sebagai seorang anak yang telah menerima kehidupan melalui kasih dan pengorbanan Bapa dan Ibu yang tak terbatas, dan sebagai tentara penginjilan yang akan sepenuhnya mengikuti perintah Tuhan, saya akan mengambil jalan tersebut sampai akhir. “Carilah semua jiwa yang hilang!” Ini merupakan perintah keras dari Tuhan yang adalah Komandan dan sebuah permintaan yang sungguh-sungguh dari Bapa dan Ibu yang telah kehilangan anak-Nya. Saya tidak akan pernah berputus asa sampai kita menyelesaikan permintaan ini dan menyatakan berita mengenai kemenangan Injil.