Kasih Ibu Hanya untuk Anak-anaknya

Maxwell Rothstein dari Philadelphia, PA, AS

7,042 views

Suatu hari, saya sedang makan siang dengan kakek saya, dan kami mendiskusikan hal yang paling penting dalam sebuah hubungan. Saya menyebutkan komunikasi sebagai sesuatu yang menurut saya penting, dan kemudian dia menceritakan sebuah kisah lama:

Sebelum ayah saya lahir, kakek dan nenek saya memiliki seorang anak laki-laki. Dia lahir dalam keadaan mati otak, dan dokternya memberitahu kakek saya bahwa dia hanya akan hidup sehari atau seminggu atau paling lama dua minggu. Kekhawatiran terbesar kakek saya adalah bagaimana hal itu akan menghancurkan hati nenek saya, melihat anaknya meninggal seperti itu, dan dia ingin nenek saya terhindar dari rasa sakit. Jadi, dia membuat keputusan tanpa berkonsultasi dengannya, untuk mengirim bayi yang baru lahir itu ke sebuah institusi pelayanan kesehatan yang jauh. Setelah itu, dia bisa merasakan nenek saya menjauhkan diri darinya. Dia pikir meskipun nenek saya marah karena dia telah mengirimkan anaknya pergi, tetapi dia tetap tidak ingin nenek saya menderita karena melihat anaknya meninggal.

Namun setelah itu, institusi pelayanan kesehatan tempat dia menitipkan anaknya ditutup, dan anak itu dipindahkan ke lokasi lain yang hanya berjarak enam menit dari rumah mereka. Merasa hal ini bukanlah suatu kebetulan, kakek saya mulai menengoknya sendiri. Anak itu hampir tidak bisa bertahan, meskipun kakek saya sudah berusaha keras untuk merawatnya.

Suatu hari, kakek saya pulang ke rumah dan membuka pintu depan. Nenek saya berdiri teguh di depan pintu dan berkata, “Aku akan menemui anakku, dan kamu tidak bisa dan tidak akan menghentikan aku.” Setelah itu, dia bergegas keluar rumah dan pergi ke institusi itu. Kakek saya berlari dan mengikutinya ke sana.

Sejak saat itu, mereka pergi ke sana untuk merawat anak mereka setiap hari. Meskipun anak mereka tidak mampu melakukan apa pun sendiri, bisa bersama anaknya adalah sukacita terbesar dalam hidup nenek saya. Kakek saya berkata bahwa nenek saya tidak pernah sebahagia dan segembira saat itu. Yang menakjubkan, melalui kasih sayang nenek saya yang selalu berada di sisi anaknya, anak tersebut dapat bertahan hidup selama 18 tahun.

Setelah menceritakan kisah itu, kakek saya berkata kepada saya, “Komunikasi sangat penting dalam suatu hubungan, tetapi nenekmu dan aku menjadi satu oleh karena anak tersebut dan karena kasih kami kepadanya.” Kisah ini membuat saya menyadari betapa besar kasih Ibu Sorgawi dan pikiran Bapa Sorgawi. Bapa Sorgawi sangat mengasihi Ibu Sorgawi sehingga Dia tidak hanya mengkhawatirkan kita tetapi juga kebahagiaan dan kenyamanan Ibu. Dia rela mengorbankan diri-Nya agar Ibu Sorgawi tidak merasakan sakit. Tetapi Ibu Sorgawi tidak dapat hidup tanpa anak-anak-Nya; Dia dipenuhi dengan kasih sayang dan mengkhawatirkan kita. Tidak ada yang dapat menghentikan Ibu Sorgawi kita dari kasih-Nya bagi kita. Ibu tidak peduli jika kita cacat, lambat, atau kekurangan. Sukacita terbesarnya adalah saat ada bersama kita. Dia datang ke bumi ini untuk bisa bersama kita dan menyelamatkan kita. Melalui kasih-Nya yang menempuh jalan pengorbanan, kita disembuhkan dan diberi kehidupan baru.

Bapa dan Ibu Sorgawi kita adalah yang terpenting dalam hidup kita. Dengan menyadari kasih Tuhan Elohim, hari ini saya ingin membuat resolusi: Saya akan melakukan segala upaya untuk membawa Ibu kita pulang ke rumah di mana Bapa Sorgawi berada. Sambil menantikan hari yang penuh dengan kebahagiaan dan tawa yang kekal bersama Bapa dan Ibu kita di sorga, saya akan bekerja dalam kesatuan dengan saudara-saudari dan menyelesaikan misi kita di bumi ini.